KEKERABATAN
Hubungan kekerabatan
atau kekeluargaan merupakan hubungan antara tiap entitas yang memiliki
asal-usul silsilah yang sama, baik melalui keturunan biologis, sosial, maupun
budaya. Dalam antropologi, sistem kekerabatan termasuk keturunan dan pernikahan,
sementara dalam biologi
istilah ini termasuk keturunan dan perkawinan.
Hubungan kekerabatan manusia melalui pernikahan umum disebut sebagai
"hubungan dekat" ketimbang "keturunan" (juga disebut "konsanguitas"),
meskipun kedua hal itu bisa tumpang tindih dalam pernikahan di antara
orang-orang yang satu moyang. Hubungan kekeluargaan sebagaimana genealogi
budaya dapat ditarik kembali pada Tuhan
(lihat mitologi,
agama),
hewan
yang berada dalam daerah atau fenomena alam
(seperti pada kisah penciptaan).
Hubungan kekerabatan
adalah salah satu prinsip mendasar untuk mengelompokkan tiap orang ke dalam kelompok sosial,
peran, kategori,
dan silsilah.
Hubungan keluarga dapat dihadirkan secara nyata (ibu, saudara, kakek) atau secara abstrak
menurut tingkatan kekerabatan. Sebuah hubungan dapat memiliki syarat relatif
(misalnya ayah
adalah seseorang yang memiliki anak),
atau mewakili secara absolut (mis, perbedaan status antara seorang ibu dengan
wanita tanpa anak). Tingkatan kekerabatan tidak identik dengan pewarisan maupun suksesi legal. Banyak
kode etik yang menganggap bahwa ikatan kekerabatan menciptakan kewajiban di
antara orang-orang terkait yang lebih kuat daripada di antara orang asing,
seperti bakti anak.
Sistem Kekerabatan
Sistem kekerabatan
merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur sosial. Meyer Fortes mengemukakan
bahwa sistem kekerabatan suatu masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan struktur
sosial dari masyarakat yang bersangkutan. Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri
dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan.
Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik,
paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya. Dalam kajian sosiologi-antropologi,
ada beberapa macam kelompok kekerabatan dari yang jumlahnya relatif kecil
hingga besar seperti keluarga ambilineal, klan, fatri, dan paroh masyarakat. Di
masyarakat umum kita juga mengenal kelompok kekerabatan lain seperti keluarga inti,
keluarga luas, keluarga bilateral, dan keluarga unilateral.
A.
Pembentukan Kekerabatan
a.
Evolusi
Keluarga
Pemikiran-pemikiran
tentang asal mula dan perkembangan keluarga manusia sangat menarik perhatian
baik dari kalangan umum ataupun dari kalangan para ahli ilmu sosial.
Tokoh-tokoh teori
evolusi keluarga pada pertengahan abad XIX seperti: G.A Wilken, H.Maine,
J.Lubbock, J.F.Mc.Lennan, Spencer dan J.Jbachofen, mereka sebagai ahli hukum
khususnya hukum milik dan hukum warisan, yang sangat erat terkait dengan
evolusi bentuk keluarga. Mereka menjelaskan bahwa di seluruh dunia keluarga
manusia berkembang melalui 4 tingkat evolusi, yaitu :
1.
Tahap
1 : Masyarakat manusia pada mulanya hidup serupa kawanan kelompok hewan tanpa pada
ikatan perkawinan. Tahap ini disebut: promiscuitet.
2.
Tahap
2 : Dalam masyarakat manusia, anggota keluarganya telah mengenal ibunya, tetapi
tidak menegenal ayahnya. Pola kekerabatan ini didominasi ibu yang paling
berkuasa, keadaan keluarga tersebut disebut : Matriarchat.
3.
Tahap
3 : Para laki-laki tidak puas dengan keadaan tersebut di atas. Kemudian mereka
mengambil calon istri dari kelompok lain dan membawa gadis tersebut ke dalam
kelompoknya. Bentuk keluarga sepertia ini disebut : Patriarchat.
4.
Tahap
4 : kelompok keluarga mulai ada perubahan, karena pergeseran bentuk perkawinan
dari eksogami ke indogami sehingga anak-anaknya dapat mengenali anggota
keluarga ayah dan anggota keluarga ibu. Sistem garis keturunan yang demikian
(Wilken) menyebutnya : Parental.
Arti pokok
dari keluarga adalah sebagai kesatuan kelompok sosial yang melakukan kerja sama
ekonomi antar laki-laki dan perempuan, dan sebagai lingkungan sosial ayng tepat
untuk mengasuh anak. Hal yang lebih penting adalahperlunya mengendalikan
kegiatan seksual, ini merupakan tugas perkawinan.
b.
Perkawinan
Arti
perkawinan menurut Koentjaraningrat adalah norma sosial yang mengatur seseorang
dalam mendapatkan atau memilih teman hidup dalam usaha mencapai kebahagiaan hidup
berkeluarga. Menurut Keesing, perkawinan adalah suatu bentuk hubungan yang
dilembagakan yang secara sah terjadi hubungan seksual dan hubungan orang tua
anak.
Bentuk-Bentuk
Perkawinan
Haviland
menjelaskan di dunia ini paling tidak, ada tujuh bentuk perkawinan :
1.
Monogami
yaitu perkawinan yang mengharuskan seseorang hanya mempunyai seorang istri atau
suami.
2.
Poligini
yaitu adat perkawinan yang memperbolehkan seorang laki-laki istri lebih dari seorang.
3.
Poliandri
yaitu suatu adat perkawinan yang memperbolehkan seorang wanita mempunyai
beberapa orang suami.
4.
Perkawinan
kelompok yaitu adat perkawinan yang memperbolehkan beberapa laki-laki dengan
beberapa wanita dapat melakukan hubungan seks satu sama lain.
5.
Levirat,
yaitu perkawinan antar seorang janda dengan saudara laki-laki suaminya yang
sudah meninggal dunia.
6.
Sororat,
yaitu perkawinan antar seorang duda kawin denagn saudara perempuan istri yang
meninggal dunia.
7.
Perkawinan
berturut (serial marriage), yaitu bentuk perkawinan yang memperbolehkan
laki-laki atau perempuan kawin atau hidup bersama dengan sejumlah orang
berturut-turut.
Adat menetap
sesudah menikah
Koenjaraningrat
membedakan adat menetap sesudah nikah dalam kehidupan masyarakat di dunia ada
tujuh bnetuk adat menetap yaitu antara lain :
1.
Utrolokal,
adalah adat yang menentukan para pengantin baru diberi kemerdekaan untuk bertempat
tinggal menetap di sekitar kediaman kaum kerabat suami atau istri.
2.
Virilokal,
adalah adat yang menetapkan pengantin baru harus tinggal menetap di sekitar
pusat kediaman kaum kerabat suami.
3.
Matrilokal,
adalah adat menetap sesudah menikah yang menetapkan para pengantin baru harus
tinggal menetap di puasat kediaman keluarga istri.
4.
Bilokal,
adalah adat yang menetapkan pengantin baru harus tinggal menetap
berganti-ganti, pada masyarakat tertentu tinggal menetap di sekitar pusat
kediaman keluarga suami.
5.
Avunkulokal,
adalah adat yang menentukan pengantin baru harus tinggal di sekitar tempat
kediaman saudara laki-laki ibu dari suami.
6.
Natolokal,
adalah adat yang menetapkan pengantin baru harus tinggal terpisah, suami di
sekitar kaum kerabatnya, sedangkan istri tetap tinggal di pusat kediaman kaum
kerabatnya.
7.
Neolokal,
adalah adat yang menetapkan pengantin baru tinggal sendiri di tempat kediaman
baru.
Keluarga Batih dan
Keluarga Rumah Tangga
1.
Keluarga
Batih/ Keluarga Inti (Nuclear Family)
Sebagai akibat adanya
perkawinan pasangan mempelai baru akan membentuk suatu kelompok kekerabatan
yang disebut keluarga batih atau keluarga inti (nuclear familiy) yaitu sebagai
kelompok sosial yang terkecil dalam masyarakat, yang terdiri sepasang suami
istri bersama semua anaknya yang berkaitan perkawinan terebut (anak kandung,
anak tiri, dan anak angkat) yang belum kawin.
2.
Rumah
Tangga (House Hold)
Rumah tangga yaitu
sebagai unit keluarga yang terdiri atas suami istri dan anak-anaknya yang belum
kawin, sering ditambah sejumlah anggota keluarga yang lain, dan terikat oleh
suatu kesatuan ekonomi rumah tangga mereka sendiri. Yang dimaksud anggota sejumlah
keluarga lain, adalah : saudara ipar, keponakan, menantu, mertua, paman bibi,
orang tua, cucu, anak tiri bahkan pembantu rumah tangga, baby sitter, dan
sebagainya. Kesatuan ekonomi rumah tangga ini dinyatakan dalam bentuk makan
bersama, yang makanannya dimasak dari satu dapur.
Bentuk-Bentuk
Kelompok Kekerabatan
1.
Keluarga
luas (extended family)
Keluarga luas
merupakan kelompok kerabat yang terdiri atas keluarga batih senior dan
anak-anaknya yang tinggal dalam rumah yang terpisah, tetapi masih dalam
lingkungan satu lahan pekarangan yang sama.
2.
Kindred
(kaum kerabat/sanak saudara)
Kindred adalah
kesatuan kerabat yang melakukan interaksi atau berkumpul antar anggota kerabat
pada waktu-waktu tertentu saja
3.
Keluarga
Ambilineal
Keluarga ambilineal
adalah suatu ketentuan bahwa seseorang dapat memilih hubungan keturunan melalui
garis keturunan kerabat pria ataupun garis keturunan kerabat wanita saja.
4.
Klen
(Clan)
Klen adalah gabungan
sejumlah keluarga luas yang anggotanya berasal dari satu nenek moyang, yang
didikat oleh garis keturunan pihak kerabat laki-laki atau pihak perempuan.
5.
Fratri
(Phratry)
Fratri merupakan
kelompok keturunan unilineal yang terdiri atas dua atau lebih yang mengakui
berhubungan sebagai kerabat.
6.
Paruh
Masyarakat (Moiety)
Paruh masyarakat
adalah setiap kelompok hasil pembagian masyarakat menjadi dua bagian atas dasar
keturunan (Haviland) ,sedangakan Koenjaraningarat mengartikan moiety merupakan
kelompok kekerabatan gabungan klen (seperti fratri), tetapi selalu merupakan
separuh dari suatu masyarakat.
Salah satu contoh
sistem kekerabatan di suatu suku di Indonesia
Suku Bangsa Jawa
Suku bangsa Jawa
adalah suku bangsa yang mendiami Pulau Jawa bagian Tengah dan Timur, serta
daerah-daerah yang disebut Kejawen sebelumterjadi perubahan seperti sekarang.
Suku Jawa mempergunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Dalam susunannya,
bahasa Jawa ini ada 2 macam ;
1.
Bahasa
Jawa Ngoko
a.
Ngoko
lugu atau ngoko biasa
b.
Ngoko
andap digunakan untuk berbicara dengan orang-orang yang sudah dikenal akrab,
orang yang usianya lebih muda atau yang status sosialnya tinggi.
Bahasa
Jawa Krama
a.
Madya
ngoko, biasanya dipakai dalam percakapan kesederhanaan di pedesaan.
b.
Krama
madya, dipakai untuk orang-orang di pedesaan.
c.
Madyantara,
dipakai untuk percakapan di kalangan priyayi.
d.
Kramantara,
dipakai dalam pembicaraan antara orang tua atau lebih tinggi status sosialnya
dengan orang yang lebih muda.
e.
Wredhakrama,
untuk percakapan antara orang tua kepada orang muda/sesamanya.
f.
Mudhakrama,
untuk percakapan antara orang muda terhadap orang tua atau dengan siapa saja.
g.
Krama
inggil, digunakan dalam percakapan keraton.
h.
Krama
desa, dipakai oleh orang-orang di pedesaan.
1.)
Sistem
Kekerabatan
Suku Jawa
memiliki sistem kekerabatan bilateral atau parental. Pada masyarakat Jawa
dilarang adanya perkawinan antara saudara kandung, sedangkan perkawinan yang
termasuk nggenteni karang wulu atau perkawinan sororat, yaitu perkawinan
seorang duda dengan adik atau kakak mendiang istrinya diperbolehkan. Selain itu
di masyarakat Jawa juga terkenal adanya poligami.
Pada masyarakat Jawa
ada juga sistem perkawinan yang berbeda dengan sistem pelamaran, yaitu :
a.
Sistem
perkawinan magang atau ngenger, terjadi antara perjaka yang telah mengabdikan
diri pada keluarga si gadis.
b.
Sistem
perkawinan triman, mendapatkan istri karena pemberian atau penghadiahan dari
salah satu lingkungan keluarga.
c.
Sistem
perkawinan ngunggah-unggahi, pihak gadis melamar pihak perjaka.
d.
Sistem
perkawinan paksa, perkawinan ini terjadi atas kehendak orang tua.
Pada umumnya, suku
Jawa tidak mempersoalkan tempat menetap setelah pernikahan, hal tersebut
dinamakan utrolokal. Tetapi, pada umumnya seseorang akan bangga apabila
pernikahan mempelai bertempat tinggal di tempat yang baru. Sistem tempat
tinggal ini disebut neolokal.
2.)
Sistem
Kemasyarakatan
Masyarakat suku Jawa
masih membedakan antara orang golongsn priyayi terdiri atas pegawai negeri dan
kaum terpelajar, dengan wong cilik seperti tukang tam, tukang-tukang dan
pekerja kasar lainnya disamping keluarga keraton dan keturunan bangsawan.
3.)
Kesenian
Sistem kesenian Jawa
memiliki dua tipe yaitu tipe Jawa Tengah dan Jawa Timur, yaitu ;
1.
Tipe
kesenian Jawa Tengah
·
Seni
tari, contohnya tari serimpi, dan tari bambang cakil.
·
Seni
tembang, seperti lagu-lagu Dolanan Suwe Ora Jamu, Gek Kepiye, Pitik
Tukung, lagu Padang bulan yang diiringi gamelan.
·
Seni
pewayangan, wayang kulit dan wayang orang.
·
Seni
teater tradisional, ketoprak, wayang orang.
2.
Tipe
kesenian Jawa Timur
·
Seni
tari seperti tari Ngeremong, Tajuban, Tari Kuda Lumping, Reog Ponorogo, dan
Tari lengger (Banyuwangi).
·
Seni
pewayangan contoh wayang Beber.
·
Seni
suara, contohnya lagu-lagu daerah Tanduk Majeng (Madura), gidung (Surabaya)
·
Seni
teater tradisional, contohnya Ludruk dan kentung.
3.
Tipe
Rumah Adat
·
Padepokan
di Jawa Tengah.
·
Bangsal
Kencono Keraton Yogyakarta
·
Rumah
Sitobondo.
B. Pembentukan Bangsa dan Negara
Bangsa adalah kumpulan
masyarakat yang membentuk suatu negara karena dipersatukan oleh cita-cita yang
sama. Sedangkan negara diartikan sebagai suatu kelompok masyarakat yang
mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup di dalam daerah tertentu yang
mempunyai pemerintah berdaulat.
Suatu negara apabila
ingin diakui sebagai negara yang berdaulat secara internasional minimal harus
memenuhi empat persyaratan faktor / unsur negara berikut di bawah ini :
1. Memiliki Wilayah
Untuk mendirikan suatu
negara dengan kedaulatan penuh diperlukan wilayah yang terdiri atas darat, laut
dan udara sebagai satu kesatuan. Untuk wilayah yang jauh dari laut tidak
memerlukan wilayah lautan. Di wilayah negara itulah rakyat akan menjalani
kehidupannya sebagai warga negara dan pemerintah akan melaksanakan fungsinya.
2. Memiliki Rakyat
Diperlukan adanya
kumpulan orang-orang yang tinggal di negara tersebut dan dipersatukan oleh
suatu perasaan. Tanpa adanya orang sebagai rakyat pada suatu ngara maka
pemerintahan tidak akan berjalan. Rakyat juga berfungsi sebagai sumber daya
manusia untuk menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari.
3. Pemerintahan Yang Berdaulat
Pemerintahan yang baik
terdiri atas susunan penyelengara negara seperti lembaga yudikatif, lembaga
legislatif, lembaga eksekutif, dan lain sebagainya untuk menyelengarakan
kegiatan pemerintahan yang berkedaulatan.
4. Pengakuan Dari Negara Lain
Untuk dapat disebut
sebagai negara yang sah membutuhkan pengakuan negara lain baik secara de facto
(nyata) maupun secara de jure. Sekelompok orang bisa saja mengakui suatu
wilayah yang terdiri atas orang-orang dengan sistem pemerintahan, namun tidak
akan disetujui dunia internasional jika didirikan di atas negara yang sudah
ada.
Kekerabatan dapat
menjadi suatu unsur pembentukan bangsa dan negara karena dalam kekerabatan itu
sendiri terdapat keberagaman suku, adat istiadat dan sistem kemasyarakatan yang
menempati suatu wilayah tertentu. Kemudian berbagai persamaan tersebut bersatu
untuk membentuk bangsa dan negara.
Hubungan antaranggota keluarga dijiwai suasana afeksi atau
kasih sayang dan rasa tanggung jawab. Menurut Koentjaraningrat suatu keluarga
yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak disebut keluarga inti (nuclear family),
namun ada juga suatu keluarga yang selain ayah, ibu, dan anak terdapat nenek,
bibi, paman, kemenakan, dan saudara lainnya. Keluarga inti yang diperluas
tersebut disebut extended family. Nuclear family dan extended family dapat
digambarkan sebagai berikut.
Keluarga yang terbentuk melalui perkawinan disebut keluarga prokreasi,
sedangkan setiap individu yang dilahirkan disebut keluarga orientasi. Karena
perkawinan, keanggotaan individu yang semula dalam keluarga orientasi beralih
menjadi keluarga prokreasi. Kedudukan individu dalam keluarga orientasi dan
prokreasi dapat digambarkan sebagai berikut.
Suatu keluarga merupakan institusi sosial yang bersifat universal dan
multifungsional. Fungsi pengawasan sosial, keagamaan, pendidikan, perlindungan,
dan rekreasi dilakukan oleh keluarga terhadap para anggotanya. Akibat proses
industrialisasi, urbanisasi, dan sekularisasi, keluarga dalam masyarakat modern
kehilangan sebagian dari fungsi tersebut. Akan tetapi, dalam perubahan
masyarakat, fungsi utama keluarga tetap melekat, yaitu melindungi, memelihara,
sosialisasi, dan memberikan suasana kemesraan bagi keluarganya.
Dalam sosiologi dijumpai istilah poligami, yaitu seorang suami mempunyai istri
lebih dari seorang atau sebaliknya seorang istri mempunyai suami lebih dari
seorang. Koentjaraningrat berpendapat bahwa kerabat ialah kesatuan sosial yang
terdiri atas orang-orang yang ada hubungan darah secara vertikal atau
horizontal, serta kelompok-kelompok sosial yang terjalin oleh hubungan
kekeluargaan karena perkawinan.
- Secara vertikal dalam
masyarakat Jawa dikenal hubungan kekerabatan sampai tujuh generasi, yaitu
anak, cucu, buyut, canggah, wareng, udheg-udheg, dan gantung siwur.
- Secara horizontal, misalnya
hubungan saudara ayah, saudara ibu, saudara kakek, saudara nenek, saudara
kandung, anak kakak, anak adik sesaudara kandung, dan lain-lain.