NurIndahIslami









Tindakan Kriminal di Kabupaten Belitung
Tahun 2011

Disusun Oleh :
1.Ayu Ariesta
2.Nur Indah Islami
3.Perty Riskia Putri
4.Yola Risti Azhari
 


BAB  I
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG MASALAH
    Pidana atau tindak kriminal merupakan segala sesuatu yang melanggar hukum atau sebuah tindak kejahatan. Pelaku kriminalitas disebut seorang kriminal. Biasanya yang dianggap kriminal adalah seorang pencuri, pembunuh, perampok, atau teroris. Walaupun begitu kategori terakhir, teroris, agak berbeda dari kriminal karena melakukan tindak kejahatannya berdasarkan motif politik atau paham.
    Indonesia adalah negara kesatuan yang sangat lekat dengan hukum. Melalui hukum kita bisa mengatasi tindakan-tindakan kriminal di Indonesia seperti, penyalahgunaan narkoba, pembunuhan, pencurian, penodongan, penipuan, pemerkosaan,bahkan korupsi dan tindak kriminal lainnya. Dewasa ini, tindakan kriminal semakin merajalalela dimana-mana. Terutama dikalangan remaja bahkan anak-anak yang belum tahu apa-apa.
    Khususnya di Belitung, tindakan kriminal sudah rawan terjadi. Dari yang dulunya aman-aman saja, namun sekarang harus lebih waspada. Maraknya kriminal di Belitung ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu salah satunya himpitan ekonomi. Terhimpitnya ekonomi menyebabkan masyarakat Indonesia cenderung melakukan tindakan kriminal. Seseorang mudah putus asa akan kehidupan yang serba kekurangan dan didorong untuk memenuhinya. Faktor lain juga disebabkan karena adanya kesempatan yang memungkinkan seseorang melakukan tindakan kriminal dan tentu saja sangat merugikan orang lain. Dan faktor yang lebih memprihatinkan adalah disebabkan karena lemahnya iman dan kurangnya nilai moral dalam diri masyarakat. Yang mereka andalkan hanyalah kepintaran semata. Kadang-kadang orang pintar pun bisa melakukan kriminal, karena kepintaran yang mereka punya malah akan menjerumuskan mereka kedalam lubang hitam. Justru, kepintaran yang mereka miliki bisa membuat mereka menjadi orang yang licik, bahkan kata pintar pun menjadi tanda kutip, yaitu pintar dalam arti pintar menipu, pintar membolak-balikan fakta, bahkan kepintaran mereka bisa merugikan orang lain, karena kepintaran yang mereka punya bisa saja menjadi bumerang bagi orang lain. Namun, kriminal pun bisa terjadi bukan karena terencana, melainkan karena ada kesempatan.
    Tindak kriminal yang dilakukan, tentu akan membawa kerugian yang sangat besar, bagi dirinya sendiri, bagi keluarganya, bagi orang sekitarnya, bahkan bagi bangsa dan negara ini. Karena justru apa yang dilakukannya, malah akan membawa dampak dan pengaruh yang besar. Pelaku tindak kriminal pun juga akan melibatkan orang lain untuk melancarkan rencananya itu. Bahkan siapapun yang melakukan kriminal, maka ia akan melakukan kriminal-kriminal selanjutnya untuk menutupi tindakannya yang pertama.
    Maka dari itu, hukum di negeri ini bisa saja tertipu karena kriminal yang menjalar ,seperti halnya korupsi. Seorang yang melakukan korupsi, maka ia jelas-jelas akan melibatkan orang lain untuk menutupi tindakannya, dan ia akan melakukan tindak kriminal lain, seperti menyuap, bahkan tega membunuh orang yang apabila tidak mau diajaknya untuk bekerjasama. Dan apabila telah tertuduh, maka ia akan melakukan kriminal lagi untuk menutupi kriminalnya, seperti melakukan hal yang bisa mempercayai hukum bahwa ia jelas-jelas tidak bersalah. Maka, hukumpun akan mudah untuk percaya karena tipuannya bisa masuk akal, bahkan hukumpun bisa dibeli. Jadi, pada umumnya negara Indonesia ini masih mempunyai hukum yang lemah. Sebagai akibat, rakyat kecil menjadi tertindas. Karena kelemahan dari hukum, maka keadilan untuk rakyat kecil sudah tak ada, yang ada hanyalah orang kecil selalu salah. Itulah negeri ini, lucu tapi itulah nyatanya.
    Hukum tersebut juga merupakan penyebab tindak kriminal. Karena, dengan hukum yang bengkok dan simpang siur serta pengecapan terhadap rakyat kecil maka akan mempermudah orang untuk melakukan tindak kriminal. Jadi, hukum yang diciptakan di negeri malah memberi peluang yang besar untuk seseorang melakukan kriminal.
    Jadi, pada intinya hukum di Indonesia adalah salah satu faktor penyebab kriminal dewasa ini. Hukum yang dijalankan dan menggerakkan komponen-komponennya secara berat sebelah atau dikatakan juga TIDAK ADIL, khususnya terhadap rakyat kecil di Indonesia.


1.2  RUMUSAN MASALAH
    Berdasarkan latar belakang diatas, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Berapa Jumlah Tindakan Kriminal di Kabupaten Belitung tahun 2011?“

1.3  TUJUAN PENELITIAN
    Berdasarkan rumusan masalah diatas, yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah “Untuk Mengetahui Jumlah Tindakan Kriminal di Kabupaten Belitung tahun 2011.”

1.4  MANFAAT PENELITIAN
Bagi Siswa            : Untuk menambah wawasan siswa tentang kriminal agar  siswa mampu membantu menegakkan hukum sebagai penerus bangsa nantinya.
Bagi Sekolah         : Agar pihak sekolah mampu melakukan tindak preventif dan penyuluhan terhadap siswa tentang tindakan kriminal.

Bagi Masyarakat   : Bisa menjadi himbauan ataupun peringatan terhadap masyarakat tentang kriminal agar masyarakat lebih bisa menghindari dan mengatasi tindakan kejahatan didalam lingkungan.
 



BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1      Tinjauan Tentang Prilaku Kriminal
    Beberapa teori tentang kriminal adalah :
2.1.1 Pendekatan Tipologi Fisik/Kepribadian Pendekatan Tipologi
       Menurut pendekatan Tipologi Fisik/Kepribadian Pendekatan Tipologi  memandang bahwa sifat dan karakteristik fisik manusia berhubungan dengan perilaku kriminal. Tokoh yang terkenal dengan konsep ini adalah Kretchmerh dan Sheldon: Kretchmer dengan constitutional personality, melihat hubungan antara tipe tubuh dengan kecenderungan perilaku. Menurutnya ada tiga tipe jarigan embrionik dalam tubuh, yaitu endoderm  berupada sistem digestif (pencernaan), Ectoderm: sistem kulit dan syaraf, dan Mesoderm yang terdiri dari tulang dan otot. Menurutnya orang yang normal itu memiliki perkembangan yang seimbang, sehingga kepribadiannya menjadi normal. Apabila perkembangannya imbalance, maka akan mengalami problem kepribadian.  William Shldon (1949) , dengan teori Tipologi Somatiknya, ia bentuk tubuh ke dalam tiga tipe :
a.    Endomorf   :  Gemuk (Obese), lembut (soft), and rounded people, menyenangkan dan sociabal.
b.      Mesomorf    : berotot (muscular), atletis (athletic people), asertif,   vigorous, and bold.
c.     Ektomorf     : tinggi (Tall), kurus (thin), and otk berkembang dengan baik (well developed brain),   Introverted, sensitive, and nervous.
Menurut Sheldon, tipe mesomorf merupakan tipe yang paling banyak melakukan tindakan kriminal.  Berdasarkan dari dua kajian di atas, banyak kajian tentang perilaku kriminal saat ini yang didasarkan pada hubungan antara bentuk fisik dengan tindakan kriminal. Salah satu simpulannya misalnya, karakteristik fisik pencuri itu memiliki kepala pendek (short heads), rambut merah (blond hair), dan rahang tidak menonjol keluar (nonprotruding jaws), sedangkan karakteristik perampok misalnya ia memiliki rambut yang panjang bergelombang, telinga pendek, dan wajah lebar.  Apakah pendekatan ini diterima secara ilmiah? Barangkali metode ini yang paling mudah dilakukan oleh para ahli kriminologi kala itu, yaitu  dengan mengukur ukuran fisik para pelaku kejahatan yang sudah ditahan/dihukum, orang lalu melakukan pengukuran dan hasil pengukuran itu disimpulkan.

2.1.2 Pendekatan Pensifatan / Trait Teori tentang kepribadian
       Pendekatan ini menyatakan bahwa sifat atau karakteristik kepribadain kepribadian tertentu berhubungan dengan kecenderungan seseorang untuk melakukan tindakan kriminal. Beberapa ide tentang konsep ini dapat dicermati dari hasil-hasil pengukuran tes kepribadian.  Dari beberapa penelitian tentang kepribadian baik yang melakukan teknik kuesioner ataupun teknik proyektif dapatlah disimpulkan kecenderungan kepribadian memiliki hubungan dengan perilaku kriminal. Dimisalkan orang yang cenderung melakukan tindakan kriminal adalah rendah kemampuan kontrol dirinya, orang yang cenerung pemberani, dominansi sangat kuat, power yang lebih, ekstravert, cenderung asertif, macho, dorongan untuk memenuhi kebutuhan fisik yang sangat tinggi, dan sebagainya. Sifat-sifat di atas telah diteliti dalam kajian terhadap para tahanan oleh beragam ahli. Hanya saja, tampaknya masih perlu kajian yang lebih komprehensif tidak hanya satu aspek sifat kepribadian yang diteliti, melainkan seluruh sifat itu bisa diprofilkan secara bersama-sama. 

2.1.3   Pendekatan Psikoanalisis
 Freud melihat bahwa perilaku kriminal merupakan representasi dari “Id” yang tidak terkendalikan oleh ego dan super ego. Id ini merupakan impuls yang memiliki prinsip kenikmatan (Pleasure Principle). Ketika prinsip itu dikembangkannya Super-ego terlalu lemah untuk mengontrol impuls yang hedonistik ini. Walhasil, perilaku untuk sekehendak hati asalkan menyenangkan muncul dalam diri seseorang.  Mengapa super-ego lemah? Hal itu disebabkan oleh resolusi yang tidak baik dalam menghadapi konflik Oedipus, artinya anak seharusnya melakukan belajar dan beridentifikasi dengan bapaknya, tapi malah dengan ibunya.  Penjelasan lainnya dari pendekatan psikoanalis yaitu bahwa tindakan kriminal disebabkan karena rasa cemburu pada bapak yang tidak terselesaikan, sehingga individu senang melakukan tindak kriminal untuk mendapatkan hukuman dari bapaknya. Psikoanalist lain (Bowlby:1953) menyatakan bahwa aktivitas kriminal merupakan pengganti dari rasa cinta dan afeksi. Umumnya kriminalitas dilakukan pada saat hilangnya ikatan cinta ibu-anak.

2.1.4   Pendekatan Teori Belajar Sosial
 Teori ini dimotori oleh Albert Bandura (1986). Bandura menyatakan bahwa peran model dalam melakukan penyimpangan yang berada di rumah, media, dan subcultur tertentu (gang) merupakan contoh baik tuntuk terbentuknya perilaku kriminal orang lain.  Observasi dan kemudian imitasi dan identifikasi merupakan cara yang biasa dilakukan hingga terbentuknya perilaku menyimpang tersebut. Ada dua cara observasi yang dilakukan terhadap model yaitu secara langsung dan secara tidak langsung (melalui vicarious reinforcement)Tampaknya metode ini yang paling berbahaya dalam menimbulkan tindak kriminal. Sebab sebagian besar perilaku manusia dipelajari melalui observasi terhadap model mengenai perilaku tertentu.

2.1.5        Pendekatan Teori Kognitif
        Pendekatan ini menanyakan apakah pelaku kriminal memiliki pikiran yang berbda dengan orang “normal”? Yochelson & Samenow (1976, 1984) telah mencoba meneliti gaya kognitif (cognitive styles) pelaku kriminal dan mencari pola atau penyimpangan bagaimana memproses informasi. Para peneliti ini yakin bahwa pola berpikir lebih penting daripada sekedar faktor biologis dan lingkungan dalam menentukan seseorang untuk menjadi kriminal atau bukan.

Dengan mengambil sampel pelaku kriminal seperti ahli manipulasi (master manipulators), liar yang kompulsif, dan orang yang tidak bisa mengendalikan dirinya mendapatkan hasil simpulan bahwa pola pikir pelaku kriminal itu memiliki logika yang sifatnya internal dan konsisten, hanya saja logikanya salah dan tidak bertanggung jawab. Ketidaksesuaian pola ini sangat beda antara pandangan mengenai realitas.
Faktor Penyebab Kriminal
            Banyak ahli yang telah memberikan jawaban atas pertanyaan mengapa orang melakukan tindakan kriminal.  Berikut ini kami kutipkan dari beberapa pendapat ahli sebelum orang psikologi membuat penjelasan teoritis seputar :
·         Kemiskinan merupakan penyebab dari revolusi dan kriminalitas (Aristoteles)
·         Kesempatan untuk menjadi pencuri (Sir Francis Bacon, 1600-an)
·         Kehendak bebas, keputusan yang hedonistik, dan kegagalan dalam      melakukan kontrak sosial (Voltaire & Rousseau, 1700-an)
·         Atavistic trait atau  Sifat-sifat antisosial bawaan sebagai penyebab perilaku kriminal ( Cesare  Lombroso, 1835-1909)
·         Hukuman yang diberikan pada pelaku tidak proporsional (Teoritisi Klasik Lain)

Dua teori yang mencoba menjelaskan mengapa seseorang berperilaku kriminal :
1. Teori pertama yaitu dari Deutsch & Krauss, (1965) tentang level of aspiration.Teori ini menyatakan bahwa keinginan seseorang melakukan tindakan ditentukan oleh tingkat kesulitan dalam mencapai tujuan dan probabilitas subyektif pelaku apabila  sukses dikurangi probabilitas subjektif kalau gagal. Teori di atas, tampaknya cocok untuk menjelaskan perilaku kriminal yang telak direncanakan. Karena peran subyektifitas penilaian sudah dipikirkan lebih dalam akankah seseorang melakukan tindakan kriminal atau tidak.
2.  Teori kedua perilaku yang tidak terencana dapat dijelaskan dengan persamaan yang diusulkan oleh kelompok gestalt tentang Life Space yang dirumuskan B=f(PE). Perilaku merupakan fungsi dari life-spacenya. Life space ini merupakan interaksi antara seseorang dengan lingkungannya.  Mengapa model perilaku Gestalt digunakan untuk menjelaskan perilaku kriminal yang tidak berencana?  Pertama, pandangan Gestalt sangat mengandalkan aspek kekinian. Kedua, interaski antara seseorang dengan lingkungan bisa berlangsung sesaat. Ketiga, interaksi tidak bisa dilacak secara partial.    

Cara Penanganan Perilaku Kriminalitas
Kriminalitas tidak bisa dihilangkan dari muka bumi ini. Yang bisa hanya dikurangi melalui tindakan-tindakan pencegahan.
 a)     Hukuman Selama ini hukuman (punishment) menjadi sarana utama untuk membuat jera pelaku kriminal. Dan pendekatan behavioristik ini tampaknya masih cocok untuk dijalankan dalam mengatasi masalah kriminal. Hanya saja, perlu kondisi tertentu, misalnya konsisten, fairness, terbuka, dan tepat waktunya.
b)     Penghilang Model melalui tayanganMedia masa itu ibarat dua sisi mata pisau . Ditayangkan nanti penjahat tambah ahli, tidak ditayangkan masyarakat tidak bersiap-siap.
c)   Membatasi Kesempatan Seseorang bisa mencegah terjadinya tindakan kriminal dengan membatasi munculnya kesempatan untuk mencuri. Kalau pencuri akan lewat pintu masuk dan kita sudah menguncinya, tentunya cara itu termasuk mengurangi kesempatan untuk mencuri.      
d)       Jaga diri Jaga diri dengan ketrampilan beladiri dan beberapa persiapan lain sebelum terjadinya tindak kriminal bisa dilakukan oleh warga masyarakat.  Cara-cara di atas memang tidak merupakan cara yang paling efektif, hanya saja akan tepat bila diterapkan kasus per kasus. Semoga bermanfaat. 






BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN
3.1 SUBJEK PENELITIAN
 a. Lokasi Penelitian
Polres Tanjungpandan Belitung
 b. Populasi dan Sampel
1.      Populasi
    Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga objek dan benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada objek/subjek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh objek/subjek itu.
Berdasarkan penjelasan populasi diatas , yang menjadi populasi adalah masyarakat Kabupaten Belitung .
      2.   Sampel
    Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu. kesimpulannya akan dapat diberlakukan populasi.

Berdasarkan penjelasan Sampel di atas, peneliti tidak menentukan Sampel karena data diperoleh peneliti dari Unit Reskrim Polres Belitung.

 3.2 TEHNIK PENGUMPULAN DATA
   SEKUNDER
      Dalam penelitian ini digunakan tehnik pengumpulan data Sekunder yang dimana informasinya diambil berdasarkan informasi dari Unit Reskrim Polres Belitung.



BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 KEJAHATAN KONVENSIONAL JAJARAN POLRES BELITUNG
               Kejahatan yang terjadi di Kabupaten Belitung tahun 2011 dapat dilihat pada tabel dibawah   ini :

TABEL 4.1
Data Kejahatan Konvensional
Jajaran Polres Belitung
Tahun 2011

A.     PEMERKOSAAN/PENCABULAN

Bulan
Jumlah
Presentasi
Januari
0
0 %
Februari
1
50 %
Maret
0
0 %
April
0
0 %
Mei
1
50 %
Juni
0
0 %
Juli
0
0 %
Agustus
0
0 %
September
0
0 %
Oktober
0
0 %
November
0
0 %
Desember
0
0 %
Jumlah
2
100 %




B.     PERJUDIAN
Bulan
Jumlah
Presentasi
Januari
0
0 %
Februari
0
0 %
Maret
0
0 %
April
0
0 %
Mei
1
20 %
Juni
1
20 %
Juli
0
0 %
Agustus
0
0 %
September
0
0 %
Oktober
0
0 %
November
0
0 %
Desember
3
60 %
Jumlah
5
100%

C.     PERZINAHAN
Bulan
Jumlah
Presentasi
Januari
1
20 %
Februari
1
20 %
Maret
1
20 %
April
1
20 %
Mei
0
0 %
Juni
0
0 %
Juli
0
0 %
Agustus
0
0 %
September
0
0 %
Oktober
0
0 %
November
0
0 %
Desember
1
20 %
Jumlah
5
100 %
D.    PEMBUNUHAN
Bulan
Jumlah
Presentasi
Januari
1
100 %
Februari
0
0 %
Maret
0
0 %
April
0
0 %
Mei
0
0 %
Juni
0
0 %
Juli
0
0 %
Agustus
0
0 %
September
0
0 %
Oktober
0
0 %
November
0
0 %
Desember
0
0 %
Jumlah
1
100 %

E.     PENGANIAYAAN BERAT
Bulan
Jumlah
Presentasi
Januari
3
7,69 %
Februari
2
5,12 %
Maret
3
7,69 %
April
3
7,69 %
Mei
3
7,69 %
Juni
5
12,8 %
Juli
3
7,69 %
Agustus
3
7,69 %
September
4
10,25 %
Oktober
6
15,38 %
November
1
2,56 %
Desember
3
7,69 %
Jumlah
39
100 %

      F.PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN
Bulan
Jumlah
Presentasi
Januari
10
11,11 %
Februari
10
11,11 %
Maret
1
1,11 %
April
5
5,55 %
Mei
8
8,88 %
Juni
5
5,55 %
Juli
4
4,44 %
Agustus
8
8,88 %
September
3
3,33 %
Oktober
9
9,99 %
November
13
14,44 %
Desember
       14
15,55 %
Jumlah
90
100 %

     G.KDRT (KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA)
Bulan
Jumlah
Presentasi
Januari
0
0 %
Februari
0
0 %
Maret
1
14,28 %
April
1
14,28 %
Mei
0
0 %
Juni
0
0 %
Juli
3
42,85 %
Agustus
0
0 %
September
2
28,57 %
Oktober
0
0 %
November
0
0 %
Desember
0
0 %
Jumlah
7
100 %
      H. NARKOBA
Bulan
Jumlah
Presentasi
Januari
0
0 %
Februari
2
33,33 %
Maret
0
0 %
April
1
16,66 %
Mei
0
0 %
Juni
0
0 %
Juli
0
0 %
Agustus
0
0 %
September
0
0 %
Oktober
0
0 %
November
0
0 %
Desember
3
50 %
Jumlah
6
100 %

       I.PERLINDUNGAN ANAK
Bulan
Jumlah
Presentasi
Januari
0
0 %
Februari
1
14,28 %
Maret
2
28,57 %
April
0
0 %
Mei
0
0 %
Juni
0
0 %
Juli
0
0 %
Agustus
1
14,28 %
September
2
28,57 %
Oktober
1
14,28 %
November
0
0 %
Desember
0
0 %
Jumlah
7
100 %
       J. SAJAM (SENJATA TAJAM)
Bulan
Jumlah
Presentasi
Januari
0
0 %
Februari
0
0 %
Maret
0
0 %
April
0
0 %
Mei
0
0 %
Juni
0
0 %
Juli
1
20 %
Agustus
1
20 %
September
0
0 %
Oktober
1
20 %
November
1
20 %
Desember
1
20 %
Jumlah
5
100 %





BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
            Berdasarkan hasil TABEL 4.1 Data Kejahatan Konvensional Jajaran Polres Belitung Tahun 2011 di simpulkan bahwa Jumlah tindakan kriminal yang paling tinggi adalah “ Pencurian dengan pemberatan”

5.2 Saran
            Berdasarkan kesimpulan diatas,  berikut saran-saran untuk mencegah terjadinya tindakan kriminal:
  • ·         Tingkatkan beribadah,  iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
  • ·         Hindari pola berpikir pendek yang menyebabkan timbulnya keinginan untuk berbuat kriminal
  • ·         Berpikir rasional terhadap masalah-masalah yang dihadapi
  • ·         Berorientasi ke masa depan
  • ·         Jangan mudah putus asa terhadap segala sesuatu
  • ·         Wujudkan rasa saling menghormati dan menyayangi sesama manusia
  • ·         Tanamkan kepribadian yang jujur,pekerja keras, serta taat kepada hukum yang berlaku.