Tindakan
Kriminal di Kabupaten Belitung
Tahun
2011
Disusun Oleh :
1.Ayu Ariesta
2.Nur Indah Islami
3.Perty Riskia Putri
4.Yola Risti Azhari
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG MASALAH
Pidana atau tindak kriminal merupakan segala
sesuatu yang melanggar hukum atau sebuah tindak kejahatan. Pelaku kriminalitas
disebut seorang kriminal. Biasanya yang dianggap kriminal adalah seorang
pencuri, pembunuh, perampok, atau teroris. Walaupun begitu kategori terakhir,
teroris, agak berbeda dari kriminal karena melakukan tindak kejahatannya
berdasarkan motif politik atau paham.
Indonesia adalah negara kesatuan yang
sangat lekat dengan hukum. Melalui hukum kita bisa mengatasi tindakan-tindakan
kriminal di Indonesia seperti, penyalahgunaan narkoba, pembunuhan, pencurian,
penodongan, penipuan, pemerkosaan,bahkan korupsi dan tindak kriminal lainnya.
Dewasa ini, tindakan kriminal semakin merajalalela dimana-mana. Terutama
dikalangan remaja bahkan anak-anak yang belum tahu apa-apa.
Khususnya di Belitung, tindakan kriminal
sudah rawan terjadi. Dari yang dulunya aman-aman saja, namun sekarang harus
lebih waspada. Maraknya kriminal di Belitung ini disebabkan oleh beberapa
faktor, yaitu salah satunya himpitan ekonomi. Terhimpitnya ekonomi menyebabkan
masyarakat Indonesia cenderung melakukan tindakan kriminal. Seseorang mudah
putus asa akan kehidupan yang serba kekurangan dan didorong untuk memenuhinya.
Faktor lain juga disebabkan karena adanya kesempatan yang memungkinkan
seseorang melakukan tindakan kriminal dan tentu saja sangat merugikan orang
lain. Dan faktor yang lebih memprihatinkan adalah disebabkan karena lemahnya
iman dan kurangnya nilai moral dalam diri masyarakat. Yang mereka andalkan
hanyalah kepintaran semata. Kadang-kadang orang pintar pun bisa melakukan
kriminal, karena kepintaran yang mereka punya malah akan menjerumuskan mereka
kedalam lubang hitam. Justru, kepintaran yang mereka miliki bisa membuat mereka
menjadi orang yang licik, bahkan kata pintar pun menjadi tanda kutip, yaitu
pintar dalam arti pintar menipu, pintar membolak-balikan fakta, bahkan
kepintaran mereka bisa merugikan orang lain, karena kepintaran yang mereka
punya bisa saja menjadi bumerang bagi orang lain. Namun, kriminal pun bisa
terjadi bukan karena terencana, melainkan karena ada kesempatan.
Tindak kriminal yang dilakukan, tentu akan
membawa kerugian yang sangat besar, bagi dirinya sendiri, bagi keluarganya,
bagi orang sekitarnya, bahkan bagi bangsa dan negara ini. Karena justru apa
yang dilakukannya, malah akan membawa dampak dan pengaruh yang besar. Pelaku
tindak kriminal pun juga akan melibatkan orang lain untuk melancarkan
rencananya itu. Bahkan siapapun yang melakukan kriminal, maka ia akan melakukan
kriminal-kriminal selanjutnya untuk menutupi tindakannya yang pertama.
Maka dari itu, hukum di negeri ini bisa
saja tertipu karena kriminal yang menjalar ,seperti halnya korupsi. Seorang
yang melakukan korupsi, maka ia jelas-jelas akan melibatkan orang lain untuk
menutupi tindakannya, dan ia akan melakukan tindak kriminal lain, seperti
menyuap, bahkan tega membunuh orang yang apabila tidak mau diajaknya untuk
bekerjasama. Dan apabila telah tertuduh, maka ia akan melakukan kriminal lagi
untuk menutupi kriminalnya, seperti melakukan hal yang bisa mempercayai hukum
bahwa ia jelas-jelas tidak bersalah. Maka, hukumpun akan mudah untuk percaya
karena tipuannya bisa masuk akal, bahkan hukumpun bisa dibeli. Jadi, pada
umumnya negara Indonesia ini masih mempunyai hukum yang lemah. Sebagai akibat,
rakyat kecil menjadi tertindas. Karena kelemahan dari hukum, maka keadilan
untuk rakyat kecil sudah tak ada, yang ada hanyalah orang kecil selalu salah.
Itulah negeri ini, lucu tapi itulah nyatanya.
Hukum tersebut juga merupakan penyebab
tindak kriminal. Karena, dengan hukum yang bengkok dan simpang siur serta
pengecapan terhadap rakyat kecil maka akan mempermudah orang untuk melakukan
tindak kriminal. Jadi, hukum yang diciptakan di negeri malah memberi peluang
yang besar untuk seseorang melakukan kriminal.
Jadi, pada intinya hukum di Indonesia
adalah salah satu faktor penyebab kriminal dewasa ini. Hukum yang dijalankan
dan menggerakkan komponen-komponennya secara berat sebelah atau dikatakan juga
TIDAK ADIL, khususnya terhadap rakyat kecil di Indonesia.
1.2 RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, yang
menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Berapa Jumlah Tindakan
Kriminal di Kabupaten Belitung tahun 2011?“
1.3 TUJUAN
PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah diatas, yang
menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah “Untuk Mengetahui Jumlah Tindakan
Kriminal di Kabupaten Belitung tahun 2011.”
1.4 MANFAAT
PENELITIAN
Bagi Siswa : Untuk menambah wawasan siswa tentang
kriminal agar siswa mampu membantu
menegakkan hukum sebagai penerus bangsa nantinya.
Bagi
Sekolah : Agar pihak sekolah mampu
melakukan tindak preventif dan penyuluhan terhadap siswa tentang tindakan
kriminal.
Bagi
Masyarakat : Bisa menjadi himbauan
ataupun peringatan terhadap masyarakat tentang kriminal agar masyarakat lebih
bisa menghindari dan mengatasi tindakan kejahatan didalam lingkungan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan
Tentang Prilaku Kriminal
Beberapa teori tentang kriminal adalah :
2.1.1 Pendekatan Tipologi
Fisik/Kepribadian Pendekatan Tipologi
Menurut
pendekatan Tipologi Fisik/Kepribadian Pendekatan Tipologi memandang bahwa sifat dan karakteristik fisik
manusia berhubungan dengan perilaku kriminal. Tokoh yang terkenal dengan konsep
ini adalah Kretchmerh dan Sheldon: Kretchmer dengan constitutional personality,
melihat hubungan antara tipe tubuh dengan kecenderungan perilaku. Menurutnya
ada tiga tipe jarigan embrionik dalam tubuh, yaitu endoderm berupada sistem digestif (pencernaan),
Ectoderm: sistem kulit dan syaraf, dan Mesoderm yang terdiri dari tulang dan
otot. Menurutnya orang yang normal itu memiliki perkembangan yang seimbang,
sehingga kepribadiannya menjadi normal. Apabila perkembangannya imbalance, maka
akan mengalami problem kepribadian.
William Shldon (1949) , dengan teori Tipologi Somatiknya, ia bentuk
tubuh ke dalam tiga tipe :
a. Endomorf :
Gemuk (Obese), lembut (soft), and rounded people, menyenangkan dan
sociabal.
b. Mesomorf : berotot (muscular), atletis (athletic
people), asertif, vigorous, and bold.
c. Ektomorf : tinggi (Tall), kurus (thin), and otk
berkembang dengan baik (well developed brain),
Introverted, sensitive, and nervous.
Menurut Sheldon, tipe
mesomorf merupakan tipe yang paling banyak melakukan tindakan kriminal. Berdasarkan dari dua kajian di atas, banyak
kajian tentang perilaku kriminal saat ini yang didasarkan pada hubungan antara
bentuk fisik dengan tindakan kriminal. Salah satu simpulannya misalnya,
karakteristik fisik pencuri itu memiliki kepala pendek (short heads), rambut
merah (blond hair), dan rahang tidak menonjol keluar (nonprotruding jaws),
sedangkan karakteristik perampok misalnya ia memiliki rambut yang panjang
bergelombang, telinga pendek, dan wajah lebar.
Apakah pendekatan ini diterima secara ilmiah? Barangkali metode ini yang
paling mudah dilakukan oleh para ahli kriminologi kala itu, yaitu dengan mengukur ukuran fisik para pelaku
kejahatan yang sudah ditahan/dihukum, orang lalu melakukan pengukuran dan hasil
pengukuran itu disimpulkan.
2.1.2 Pendekatan Pensifatan /
Trait Teori tentang kepribadian
Pendekatan ini menyatakan bahwa sifat
atau karakteristik kepribadain kepribadian tertentu berhubungan dengan
kecenderungan seseorang untuk melakukan tindakan kriminal. Beberapa ide tentang
konsep ini dapat dicermati dari hasil-hasil pengukuran tes kepribadian.
Dari beberapa penelitian tentang kepribadian baik yang melakukan teknik
kuesioner ataupun teknik proyektif dapatlah disimpulkan kecenderungan
kepribadian memiliki hubungan dengan perilaku kriminal. Dimisalkan orang yang
cenderung melakukan tindakan kriminal adalah rendah kemampuan kontrol dirinya,
orang yang cenerung pemberani, dominansi sangat kuat, power yang lebih,
ekstravert, cenderung asertif, macho, dorongan untuk memenuhi kebutuhan fisik
yang sangat tinggi, dan sebagainya. Sifat-sifat di atas telah diteliti
dalam kajian terhadap para tahanan oleh beragam ahli. Hanya saja, tampaknya masih
perlu kajian yang lebih komprehensif tidak hanya satu aspek sifat kepribadian
yang diteliti, melainkan seluruh sifat itu bisa diprofilkan secara
bersama-sama.
2.1.3 Pendekatan
Psikoanalisis
Freud melihat bahwa perilaku kriminal
merupakan representasi dari “Id” yang tidak terkendalikan oleh ego dan super
ego. Id ini merupakan impuls yang memiliki prinsip kenikmatan (Pleasure
Principle). Ketika prinsip itu dikembangkannya Super-ego terlalu lemah untuk
mengontrol impuls yang hedonistik ini. Walhasil, perilaku untuk sekehendak hati
asalkan menyenangkan muncul dalam diri seseorang. Mengapa super-ego lemah? Hal itu disebabkan
oleh resolusi yang tidak baik dalam menghadapi konflik Oedipus, artinya anak
seharusnya melakukan belajar dan beridentifikasi dengan bapaknya, tapi malah
dengan ibunya. Penjelasan lainnya dari
pendekatan psikoanalis yaitu bahwa tindakan kriminal disebabkan karena rasa
cemburu pada bapak yang tidak terselesaikan, sehingga individu senang melakukan
tindak kriminal untuk mendapatkan hukuman dari bapaknya. Psikoanalist lain
(Bowlby:1953) menyatakan bahwa aktivitas kriminal merupakan pengganti dari rasa
cinta dan afeksi. Umumnya kriminalitas dilakukan pada saat hilangnya ikatan
cinta ibu-anak.
2.1.4
Pendekatan Teori
Belajar Sosial
Teori ini dimotori oleh
Albert Bandura (1986). Bandura menyatakan bahwa peran model dalam melakukan
penyimpangan yang berada di rumah, media, dan subcultur tertentu (gang)
merupakan contoh baik tuntuk terbentuknya perilaku kriminal orang lain. Observasi dan kemudian imitasi dan
identifikasi merupakan cara yang biasa dilakukan hingga terbentuknya perilaku
menyimpang tersebut. Ada dua cara observasi yang dilakukan terhadap model yaitu
secara langsung dan secara tidak langsung (melalui vicarious
reinforcement)Tampaknya metode ini yang paling berbahaya dalam menimbulkan
tindak kriminal. Sebab sebagian besar perilaku manusia dipelajari melalui
observasi terhadap model mengenai perilaku tertentu.
2.1.5
Pendekatan Teori Kognitif
Pendekatan
ini menanyakan apakah pelaku kriminal memiliki pikiran yang berbda dengan orang
“normal”? Yochelson & Samenow (1976, 1984) telah mencoba meneliti gaya
kognitif (cognitive styles) pelaku kriminal dan mencari pola atau penyimpangan
bagaimana memproses informasi. Para peneliti ini yakin bahwa pola berpikir
lebih penting daripada sekedar faktor biologis dan lingkungan dalam menentukan
seseorang untuk menjadi kriminal atau bukan.
Dengan mengambil sampel pelaku kriminal
seperti ahli manipulasi (master manipulators), liar yang kompulsif, dan orang
yang tidak bisa mengendalikan dirinya mendapatkan hasil simpulan bahwa pola
pikir pelaku kriminal itu memiliki logika yang sifatnya internal dan konsisten,
hanya saja logikanya salah dan tidak bertanggung jawab. Ketidaksesuaian pola
ini sangat beda antara pandangan mengenai realitas.
Faktor Penyebab Kriminal
Banyak ahli yang telah
memberikan jawaban atas pertanyaan mengapa orang melakukan tindakan
kriminal. Berikut ini kami kutipkan dari
beberapa pendapat ahli sebelum orang psikologi membuat penjelasan teoritis
seputar :
·
Kemiskinan merupakan
penyebab dari revolusi dan kriminalitas (Aristoteles)
·
Kesempatan untuk
menjadi pencuri (Sir Francis Bacon, 1600-an)
·
Kehendak bebas,
keputusan yang hedonistik, dan kegagalan dalam melakukan kontrak sosial (Voltaire &
Rousseau, 1700-an)
·
Atavistic trait
atau Sifat-sifat antisosial bawaan
sebagai penyebab perilaku kriminal ( Cesare
Lombroso, 1835-1909)
·
Hukuman yang diberikan
pada pelaku tidak proporsional (Teoritisi Klasik Lain)
Dua teori yang mencoba menjelaskan
mengapa seseorang berperilaku kriminal :
1. Teori pertama yaitu dari Deutsch & Krauss, (1965) tentang level of aspiration.Teori ini
menyatakan bahwa keinginan seseorang melakukan tindakan ditentukan oleh tingkat
kesulitan dalam mencapai tujuan dan probabilitas subyektif pelaku apabila sukses dikurangi probabilitas subjektif kalau
gagal. Teori di atas, tampaknya cocok untuk menjelaskan perilaku kriminal yang
telak direncanakan. Karena peran subyektifitas penilaian sudah dipikirkan lebih
dalam akankah seseorang melakukan tindakan kriminal atau tidak.
2. Teori
kedua perilaku yang tidak terencana dapat dijelaskan dengan persamaan yang
diusulkan oleh kelompok gestalt tentang Life Space yang dirumuskan B=f(PE).
Perilaku merupakan fungsi dari life-spacenya. Life space ini merupakan
interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Mengapa model perilaku Gestalt digunakan
untuk menjelaskan perilaku kriminal yang tidak berencana? Pertama, pandangan Gestalt sangat
mengandalkan aspek kekinian. Kedua, interaski antara seseorang dengan
lingkungan bisa berlangsung sesaat. Ketiga, interaksi tidak bisa dilacak secara
partial.
Cara Penanganan Perilaku Kriminalitas
Kriminalitas tidak bisa dihilangkan dari
muka bumi ini. Yang bisa hanya dikurangi melalui tindakan-tindakan pencegahan.
a)
Hukuman Selama ini hukuman (punishment) menjadi sarana utama untuk
membuat jera pelaku kriminal. Dan pendekatan behavioristik ini tampaknya masih
cocok untuk dijalankan dalam mengatasi masalah kriminal. Hanya saja, perlu
kondisi tertentu, misalnya konsisten, fairness, terbuka, dan tepat waktunya.
b)
Penghilang Model melalui tayanganMedia masa itu ibarat dua sisi mata
pisau . Ditayangkan nanti penjahat tambah ahli, tidak ditayangkan masyarakat
tidak bersiap-siap.
c)
Membatasi Kesempatan Seseorang bisa mencegah terjadinya tindakan
kriminal dengan membatasi munculnya kesempatan untuk mencuri. Kalau pencuri
akan lewat pintu masuk dan kita sudah menguncinya, tentunya cara itu termasuk
mengurangi kesempatan untuk mencuri.
d)
Jaga diri Jaga diri dengan
ketrampilan beladiri dan beberapa persiapan lain sebelum terjadinya tindak
kriminal bisa dilakukan oleh warga masyarakat.
Cara-cara di atas memang tidak merupakan cara yang paling efektif, hanya
saja akan tepat bila diterapkan kasus per kasus. Semoga bermanfaat.
BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN
3.1 SUBJEK PENELITIAN
a. Lokasi Penelitian
Polres Tanjungpandan
Belitung
b.
Populasi dan Sampel
1.
Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga objek dan
benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada
objek/subjek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang
dimiliki oleh objek/subjek itu.
Berdasarkan
penjelasan populasi diatas , yang menjadi populasi adalah masyarakat Kabupaten Belitung
.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan
peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya
karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan
sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu.
kesimpulannya akan dapat diberlakukan populasi.
Berdasarkan
penjelasan Sampel di atas, peneliti tidak menentukan Sampel karena data
diperoleh peneliti dari Unit Reskrim Polres Belitung.
3.2
TEHNIK PENGUMPULAN DATA
SEKUNDER
Dalam penelitian ini digunakan tehnik
pengumpulan data Sekunder yang dimana informasinya diambil berdasarkan
informasi dari Unit Reskrim Polres Belitung.
BAB
IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
KEJAHATAN KONVENSIONAL JAJARAN POLRES BELITUNG
Kejahatan yang terjadi di
Kabupaten Belitung tahun 2011 dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
TABEL
4.1
Data Kejahatan Konvensional
Jajaran Polres Belitung
Tahun 2011
A.
PEMERKOSAAN/PENCABULAN
|
Bulan
|
Jumlah
|
Presentasi
|
|
Januari
|
0
|
0 %
|
|
Februari
|
1
|
50 %
|
|
Maret
|
0
|
0
%
|
|
April
|
0
|
0
%
|
|
Mei
|
1
|
50 %
|
|
Juni
|
0
|
0
%
|
|
Juli
|
0
|
0
%
|
|
Agustus
|
0
|
0
%
|
|
September
|
0
|
0
%
|
|
Oktober
|
0
|
0
%
|
|
November
|
0
|
0
%
|
|
Desember
|
0
|
0
%
|
|
Jumlah
|
2
|
100 %
|
B.
PERJUDIAN
|
Bulan
|
Jumlah
|
Presentasi
|
|
Januari
|
0
|
0
%
|
|
Februari
|
0
|
0
%
|
|
Maret
|
0
|
0
%
|
|
April
|
0
|
0
%
|
|
Mei
|
1
|
20
%
|
|
Juni
|
1
|
20
%
|
|
Juli
|
0
|
0
%
|
|
Agustus
|
0
|
0
%
|
|
September
|
0
|
0
%
|
|
Oktober
|
0
|
0
%
|
|
November
|
0
|
0
%
|
|
Desember
|
3
|
60
%
|
|
Jumlah
|
5
|
100%
|
C.
PERZINAHAN
|
Bulan
|
Jumlah
|
Presentasi
|
|
Januari
|
1
|
20 %
|
|
Februari
|
1
|
20 %
|
|
Maret
|
1
|
20 %
|
|
April
|
1
|
20 %
|
|
Mei
|
0
|
0
%
|
|
Juni
|
0
|
0
%
|
|
Juli
|
0
|
0
%
|
|
Agustus
|
0
|
0
%
|
|
September
|
0
|
0
%
|
|
Oktober
|
0
|
0
%
|
|
November
|
0
|
0
%
|
|
Desember
|
1
|
20 %
|
|
Jumlah
|
5
|
100 %
|
D.
PEMBUNUHAN
|
Bulan
|
Jumlah
|
Presentasi
|
|
Januari
|
1
|
100 %
|
|
Februari
|
0
|
0 %
|
|
Maret
|
0
|
0 %
|
|
April
|
0
|
0 %
|
|
Mei
|
0
|
0 %
|
|
Juni
|
0
|
0 %
|
|
Juli
|
0
|
0 %
|
|
Agustus
|
0
|
0 %
|
|
September
|
0
|
0 %
|
|
Oktober
|
0
|
0 %
|
|
November
|
0
|
0 %
|
|
Desember
|
0
|
0 %
|
|
Jumlah
|
1
|
100 %
|
E.
PENGANIAYAAN BERAT
|
Bulan
|
Jumlah
|
Presentasi
|
|
Januari
|
3
|
7,69 %
|
|
Februari
|
2
|
5,12 %
|
|
Maret
|
3
|
7,69
%
|
|
April
|
3
|
7,69
%
|
|
Mei
|
3
|
7,69
%
|
|
Juni
|
5
|
12,8 %
|
|
Juli
|
3
|
7,69
%
|
|
Agustus
|
3
|
7,69
%
|
|
September
|
4
|
10,25 %
|
|
Oktober
|
6
|
15,38 %
|
|
November
|
1
|
2,56 %
|
|
Desember
|
3
|
7,69 %
|
|
Jumlah
|
39
|
100 %
|
F.PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN
|
Bulan
|
Jumlah
|
Presentasi
|
|
Januari
|
10
|
11,11 %
|
|
Februari
|
10
|
11,11 %
|
|
Maret
|
1
|
1,11 %
|
|
April
|
5
|
5,55 %
|
|
Mei
|
8
|
8,88 %
|
|
Juni
|
5
|
5,55 %
|
|
Juli
|
4
|
4,44 %
|
|
Agustus
|
8
|
8,88 %
|
|
September
|
3
|
3,33 %
|
|
Oktober
|
9
|
9,99 %
|
|
November
|
13
|
14,44 %
|
|
Desember
|
14
|
15,55 %
|
|
Jumlah
|
90
|
100 %
|
G.KDRT (KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA)
|
Bulan
|
Jumlah
|
Presentasi
|
|
Januari
|
0
|
0 %
|
|
Februari
|
0
|
0 %
|
|
Maret
|
1
|
14,28 %
|
|
April
|
1
|
14,28 %
|
|
Mei
|
0
|
0 %
|
|
Juni
|
0
|
0 %
|
|
Juli
|
3
|
42,85 %
|
|
Agustus
|
0
|
0 %
|
|
September
|
2
|
28,57 %
|
|
Oktober
|
0
|
0 %
|
|
November
|
0
|
0 %
|
|
Desember
|
0
|
0 %
|
|
Jumlah
|
7
|
100 %
|
H. NARKOBA
|
Bulan
|
Jumlah
|
Presentasi
|
|
Januari
|
0
|
0 %
|
|
Februari
|
2
|
33,33 %
|
|
Maret
|
0
|
0 %
|
|
April
|
1
|
16,66 %
|
|
Mei
|
0
|
0
%
|
|
Juni
|
0
|
0
%
|
|
Juli
|
0
|
0
%
|
|
Agustus
|
0
|
0
%
|
|
September
|
0
|
0
%
|
|
Oktober
|
0
|
0
%
|
|
November
|
0
|
0
%
|
|
Desember
|
3
|
50 %
|
|
Jumlah
|
6
|
100 %
|
I.PERLINDUNGAN ANAK
|
Bulan
|
Jumlah
|
Presentasi
|
|
Januari
|
0
|
0 %
|
|
Februari
|
1
|
14,28 %
|
|
Maret
|
2
|
28,57 %
|
|
April
|
0
|
0 %
|
|
Mei
|
0
|
0 %
|
|
Juni
|
0
|
0 %
|
|
Juli
|
0
|
0 %
|
|
Agustus
|
1
|
14,28 %
|
|
September
|
2
|
28,57 %
|
|
Oktober
|
1
|
14,28 %
|
|
November
|
0
|
0 %
|
|
Desember
|
0
|
0 %
|
|
Jumlah
|
7
|
100 %
|
J. SAJAM (SENJATA TAJAM)
|
Bulan
|
Jumlah
|
Presentasi
|
|
Januari
|
0
|
0
%
|
|
Februari
|
0
|
0
%
|
|
Maret
|
0
|
0
%
|
|
April
|
0
|
0
%
|
|
Mei
|
0
|
0
%
|
|
Juni
|
0
|
0
%
|
|
Juli
|
1
|
20 %
|
|
Agustus
|
1
|
20 %
|
|
September
|
0
|
0 %
|
|
Oktober
|
1
|
20 %
|
|
November
|
1
|
20 %
|
|
Desember
|
1
|
20 %
|
|
Jumlah
|
5
|
100 %
|
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil TABEL 4.1 Data
Kejahatan Konvensional Jajaran Polres Belitung Tahun 2011 di simpulkan bahwa
Jumlah tindakan kriminal yang paling tinggi adalah “ Pencurian dengan
pemberatan”
5.2
Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, berikut saran-saran untuk mencegah terjadinya
tindakan kriminal:
- · Tingkatkan beribadah, iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
- · Hindari pola berpikir pendek yang menyebabkan timbulnya keinginan untuk berbuat kriminal
- · Berpikir rasional terhadap masalah-masalah yang dihadapi
- · Berorientasi ke masa depan
- · Jangan mudah putus asa terhadap segala sesuatu
- · Wujudkan rasa saling menghormati dan menyayangi sesama manusia
- · Tanamkan kepribadian yang jujur,pekerja keras, serta taat kepada hukum yang berlaku.


Ternyata kita ngetop juga ya haha
CETAK 34 POIN, JAMES UCAPKAN TERIMA KASIH KE REKAN SETIM